Tindakan ini ditempuh karena dikhawatirkan anak-anak muda Korea Utara menjadi terlalu nyaman dalam menggunakan kata-kata populer Korea Selatan yang demokratis.
Mengutip dari Daily Mail, karena kebijakan ini pihak berwenang akan mengecek ponsel warga Korea Utara untuk mencari tahu ada atau tidaknya penggunaan ekspresi terlarang dalam chat dan pesan pribadi.
Mengutip dari DetikINET yang berbicara kepada Rimjingang, publikasi asal Jepang yang berfokus membahas kediktatoran, salah satu orang tua di Korea Utara mengatakan jenis bahasa gaul yang tidak berbahaya namun bisa mencelakakan anak-anak mereka jika ketahuan.
Mereka yang kedapatan menggunakan bahasa gaul akan dicurigai melanggar aturan yang tidak memperbolehkan menonton tayangan Korea Selatan. Sebagai hukuman, mereka akan dimasukkan ke Gulag, yakni penjara yang menggunakan sistem hukuman berupa kamp kerja paksa.
Target penindakan yakni chat di ponsel, karena ponsel telah menjadi hal yang umum akhir-akhir ini, dan anak muda menggunakan frasa Korea Selatan dalam pesan teks mereka.
“Misalnya, hampir semua anak muda menggunakan “saranghaeyeo” (aku mencintaimu), “bye-bye”, dan “ty” (singkatan dari bahasa Inggris thank you untuk terima kasih) dalam teks mereka,” kata orang tua tersebut.
“Jika ada ekspresi dalam pesan teks yang tidak lazim digunakan di Korea Utara, pemilik perangkat akan dicurigai sedang menonton drama Korea Selatan dan diinterogasi,” lanjutnya.
Pihak berwenang juga akan memeriksa pesan teks untuk setiap rumor atau keluhan terkait kesulitan akibat pandemi COVID-19. Tapi, para remaja tersebut lebih pintar dan mencari cara agar tidak ketahuan.
“Jadi mereka sangat berhati-hati dan segera menghapus pesan teks mereka secepat mungkin setelah mengirimnya,” kata salah satu orang tua.
Sebuah dokumen tiga halaman bertanda “sangat rahasia” yang diperoleh Rimjingang menjelaskan bahwa lebih banyak tentang larangan tersebut. Dalam dokumen tersebut, Kim Jong-un mencap Korea Selatan sebagai “boneka” Amerika Serikat dan menyebutkan lebih banyak kata yang dilarang.
“Kita harus menghapus kata-kata boneka dan gaya boneka (Korea Selatan) dari masyarakat kita. Sejak dulu, saya telah berulang kali memperingatkan tentang fenomena pria dan wanita muda yang bukan saudara sedarah menggunakan bahasa boneka untuk merujuk satu sama lain seperti “oppa” (kakak laki-laki) dan “dong-saeng” (adik perempuan, kakak laki-laki),” demikian salah satu petikan dari dokumen tersebut.
Disebutkan dalam dokumen itu, fenomena tersebut belum hilang pada kalangan anak muda. “Ini adalah contoh khas dari bahasa boneka yang menyimpang dan tersebar luas di masyarakat kita,” ucap Kim Jong-un.
Meski media asing dilarang di Korea Utara, hiburan Korea Selatan dinikmati secara luas di sana dengan diselundupkan menggunakan USB atau sebelumnya DVD.
Penggunaan ponsel juga berkembang di negara tertutup tersebut, walau ponsel diblokir dari akses internet dan hanya bisa menggunakan intranet yang dikendalikan pemerintah.
Undang-undang baru Korea Utara yang disebut sebagai Undang-Undang Penghapusan Pikiran dan Kebudayaan Reaksioner bahkan melarang para orang tua memberi nama anak yang terlalu Korea Selatan.